Langsung ke konten utama

Postingan

Unggulan

Jalan Sunyi Intelektual di Negeri yang Bising

Di negeri yang ramai bicara tentang kekuasaan, orang-orang yang berpikir jernih sering kali memilih diam. Bukan karena takut, tapi karena sadar: kata-kata mereka tak selalu didengar oleh mereka yang telinganya tertutup ambisi. Banyak orang bertanya, “Kenapa para intelektual tidak mau masuk politik atau pemerintahan?” Jawabannya tidak sesederhana karena jijik pada kekuasaan, tapi karena mereka paham — kekuasaan adalah ujian yang tak semua orang sanggup menanggungnya. Di ruang pikiran, kebenaran berdiri tegak oleh logika dan nurani. Tapi di panggung politik, kebenaran sering kalah oleh tepuk tangan dan amplop. Di sana, bukan siapa yang benar yang didengar, tapi siapa yang lebih pandai berjanji. Dan bagi sebagian intelektual, itu seperti menjual hati demi sorak sorai. Mereka lebih memilih jalan sunyi: menulis, mengajar, mendidik masyarakat agar sadar. Karena mereka percaya, bangsa tidak akan berubah lewat pidato politik, tapi lewat kesadaran rakyat yang tercerahkan. Mereka bekerja...

Postingan Terbaru

Ketika Agama Dijadikan Alat Duniawi: Antara Keikhlasan dan Kepentingan

Ketika Diam Bukan Tanda Damai: Belajar Memahami Tanpa Menghakimi

Mengapa Islam Banyak Golongan, Tapi Hakikatnya Satu Jalan

Perubahan untuk Semua, Bukan Segelintir

Hidup Ringan ala Kelas Bawah tapi Tetap Berkelas

Peran Ibu dan Ayah: Mengapa Ibu Bisa Menggantikan Ayah, Tapi Ayah Belum Bisa Menggantikan Ibu

Melahirkan vs Menjadi Ibu: Perjalanan Hati, Jiwa, dan Pengorbanan

Ibu Rumah Tangga: Guru Pertama Anak dalam Adab, Ilmu, dan Iman

Mengasuh Anak Usia 4–6 Tahun: Antara Tangis, Marah, dan Cinta yang Melatih Kesabaran

Perjalanan Seorang Orang Tua: Lelah, Tawa, dan Cinta yang Menguatkan